“Dahulu seorang bapak mempunyai seorang anak yang sering menyakiti hati saudaranya,” kata sahabatku Kebijaksanaan memulai bercerita,
”Si anak sangat ingin menghentikan kebiasaan itu, ia tidak mau menyakiti hati saudaranya lagi. Maka bapaknya yang bijak, meminta kepada anaknya menancapkan sebatang paku pada pohon, untuk setiap satu kesalahan yang ia lakukan.
Untuk satu kesalahan si anak menancapkan sebatang paku di pohon pagar rumahnya, dan kesalahan itu berulang kali sampai seluruh pohon yang mengitari rumahnya penuh dengan paku. Bapak yang bijak mengajak anaknya menghitung jumlah paku yang menempel, betapa malu si anak ketika menjumpai paku yang tak terhitung jumlahnya, berarti sebanyak itu pula hati saudaranya telah tersakiti.
“Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki dan menebus kesalahan itu, sekarang berbuatlah baik kepada saudara yang pernah engkau sakiti, dan untuk satu kebaikan yang kau lakukan, maka cabutlah satu paku yang telah tertancap. Sejumlah paku yang telah engkau cabut, itulah kebaikan yang telah kau lakukan.” Pesan bapak yang bijak kepada anaknya.
Sejak saat itu si anak mulai berubah, ia berusaha memperbaiki hubungan dengan saudaranya. Untuk setiap kebaikan yang ia lakukan, maka satu batang paku telah ia cabut dari pohon.
Sampai beberapa waktu yang lama –jauh lebih lama daripada kesalahan yang ia lakukan-, akhirnya semua paku telah tercabut.
Bapaknya yang tahu kejadian itu tersenyum, kemudian ia mengajak anaknya melihat pohon-pohon yang dulu penuh dengan paku.
“Apa yang kau lihat anakku?” Tanya bapak.
“Batang pohon telah bersih dari paku sekarang.” Jawab si anak bangga.
Bapak tersenyum, kemudian bertanya lagi,
”Apakah permukaan kayu itu dapat kembali seperti semula?”
Si anak mengamati setiap lubang bekas paku yang dulu menancap, dan ia dapati luka-luka pada kulit kayu hingga meninggalkan bekas yang buruk pada batang kayu.
“Begitulah untuk setiap perkataan yang terlanjur terucap dan telah menyakiti hati saudaramu, engkau mungkin mendapatkan kata maaf dari mulutnya, tetapi apakah engkau dapat menghapus luka yang terlanjur membekas di hatinya.?”
Surabaya, 23 Februari 2009
15:29
Untuk saudara-saudaraku yang telah tersakiti oleh sikap dan perkataanku, sungguh aku mohon maaf untuk itu semua.
1 komentar:
ass.
subhanallah critanx bgs bgt,bs mnjd renungan bg saya u/sllu mengingat p'buatan2 yang kt lkukan dstiap harinya yg dsngaja ato tdk dsengaja tlah mnyakiti orglain.
Syukron...
Posting Komentar