Entri Populer

Kamis, 27 Agustus 2009

MEMBERI NILAI LEBIH



Saat hujan gerimis, seorang penjual bakso nampak berteduh di sebuah halte yang telah sepi, karena memang hari menjelang senja. Sambil menggusap wajahnya yang telah basah oleh air hujan, penjual bakso tiada henti memaki gerimis yang datang disaat ia mulai berjualan. Penjual bakso berpikir, jika hujan telah tiba maka ia tidak dapat kemana-mana kecuali hanya berteduh di halte, seperti yang ia lakukan saat ini. Dapat dibayangkan, berapa banyak kerugian yang ia dapatkan jika tak satupun orang datang untuk membeli baksonya.
Pada saat gerimis yang sama, disudut kota yang lain, ada penjual bakso dengan semangat riang gembira, seolah ia tidak memperdulikan air yang tiada henti mengguyur gerobaknya. Terbayang dalam kepala abang bakso, jika gerimis telah datang maka udara dingin akan mendekap setiap gang yang ia datangi. Harapannya, suasana ini menjadikan orang-orang ingin menikmati makanan-makanan hangat, seperti bakso yang ia jual. Sebuah keuntungan besar akan ia dapatkan dari hujan yang mengguyur disore hari.
***
Adzan sudah berhenti berkumandang, di serambi sebuah masjid seorang pemuda nampak gelisah menunggu iqamat shalat. Jari tangannya tiada henti memencet-mencet tombol handphone, ia mencoba menghabiskan waktu dengan bermain game di handphone.
“ huh.. lama banget iqamatnya, nunggu apa sih.” Gerutu si pemuda.
Pada masjid yang sama, di salah satu sudut masjid yang lain. Seorang pemuda dengan wajah tenang duduk bertafakur, kedua tangannya terangkat memanjatkan doa. Ia nampak menikmati munajatnya. Pemuda itu berharap agar iqamah tidak segera dikumandangkan, karena masih banyak doa-doa yang ingin ia panjatkan. Ia yakin akan janji Allah swt, bahwa waktu diantara adzan dan iqamat adalah waktu yang istimewa, dimana setiap doa akan dikabulkan Allah.
***
Cerita diatas mungkin segelintir kisah dalam keseharian kita. Banyak peristiwa terjadi tidak sesuai dengan keinginan kita, namun dari satu peristiwa yang sama dapat memberikan hasil yang bebeda ketika kita salah mensikapinya. Ada penjual bakso yang menganggap gerimis adalah musibah, dan ada penjual bakso lain menjadikan gerimis sebuah berkah. Semua kembali kepada kita dalam mensikapinya.
Kita tidak dapat memaksa gerimis untuk berhenti, ataupun kita tidak dapat memaksa muadzin untuk segera iqamat. Ternyata yang dapat kita lakukan adalah memberi nilai terhadap setiap peristiwa yang terjadi. Jelas berbeda antara penjual bakso yang menyerah dan berhenti di halte, dengan penjual bakso yang tetap berkeliling walau hujan gerimis. Akan berbeda nilainya juga antara orang yang menghabiskan waktu dengan bermain game dengan orang yang bertafakur, walaupun dalam satu masjid yang sama.
Suatu masalah pelik yang kita hadapi, bisa jadi itu bukanlah suatu masalah ketika kita benar dalam mensikapinya. Kadang kita mendramatisir keadaan dengan berpikiran negatif, padahal belum tentu hal itu terjadi, hanya angan-angan kita saja.
Kadang kita menggerutu tiada henti, ketika jadwal kereta tertunda. Atau ketika seorang teman terlambat dalam janjian. Kita merasa waktu akan terbuang percuma untuk menunggu kereta ataupun taupun untuk menunggu kedatangan seorang teman. Tetapi tahukah bahwa sesungguhnya banyak hal dapat dilakukan ketika kita sedang menunggu. Ada sebuah ungkapan sederhana yang menggambarkan berapa nilai aktifitas kita:
Bagi seorang pengemis, setengah jam adalah waktu untuk menunggu orang lain memberinya uang seribu rupiah.
Bagi seorang penulis, setengah jam adalah waktu untuk mengarang satu bab buku.
Bagi seorang santri, setengah jam adalah waktu untuk membaca satu juz kitab suci dan berdzikir mengagungkan Rabbnya.
Bagi seorang ilmuwan, setengah jam adalah waktu untuk menemukan teori baru yang mengubah dunia.
Hmm…sekarang kita bertanya kepada diri kita, apa yang dapat kita lakukan dengan waktu tigapuluh menit.? Ketika sebuah peristiwa terjadi tidak sesuai dengan rencana kita. Akankah kita diam menunggu, sebagaimana pengemis yang berharap orang lain akan merubah nasibnya, ataukah kita yang bergerak untuk memberi nilai terhadap waktu yang kita miliki.
Ketika peristiwa telah terjadi diluar skenario kita, maka menyesali dan menggerutu tidaklah menyelesaikan masalah. Ketika nasi sudah menjadi bubur, menangisi dan memakinya tidaklah menjadikan bubur kembali menjadi nasi, yang dapat kita lakukan adalah mengambil irisan bawang goreng dan menambahkan irisan daging ayam. Jadilah bubur ayam yang lezat. Dengan sedikit aktifitas, kita telah memberi nilai berbeda dari sebuah peristiwa. Jangan menyerah…

SURABAYA, 27 August 2009