Usianya baru tujuh tahun, masih kelas satu sekolah dasar, tetapi kacamata tebal sudah menempel di hidungnya. Teman-temannya menyebut kacamata superman, sungguh tragis. Semua berawal dari aktivitas harian ketika masih balita. Kesibukan sang bunda di pagi hari, mulai dari memasak, mencuci, mempersiapkan sarapan sebelum sang suami berangkat kekantor, menjadikan sang bunda abai terhadap balitanya. Sang bunda sudah merasa aman ketika buah hatinya duduk manis di depan televisi, yang penting tidak rewel. Kadang sesekali sang bunda menengok balitanya, hanya untuk meyakinkan apakah si buah hati telah berpindah tempat. Hari demi hari aktivitas itu berulang, sampai suatu saat sang bunda heran melihat anaknya berdiri terlalu dekat dengan televisi. Hanya berjarak tiga puluh centimeter dari layar kaca. Reflek bunda mendudukkan anaknya agak jauh, tetapi malah perlawanan yang didapat dari balitanya. Sambil menjerit kembali ia mendekat ke televisi. Kejadian itu berulang, sampai sang bunda shock ketika dokter memvonis bahwa kedua mata buah hatinya telah minus lima. Disebabkan aktivitas mata yang sangat sering melihat dalam jarak dekat. Terbayang kelam kehidupan buah hatinya ketika harus memakai kaca mata tebal ditengah aktivitas bermainnya. Dan penyesalan sang bunda sudah tak berarti, kenapa dulu aku berfikir kalau anak duduk diam di depan televisi tidak beresiko apapun.
Kisah yang tidak kalah memilukan datang dari seorang ibu yang mendapati kelainan pada mata kiri anaknya, di usia balita ia telah juling. Bagian kiri matanya tidak berfungsi sempurna. Dan lagi-lagi disebabkan karena sang ibu yang tidak mau repot bermain dengan bayinya. Bayi dibiarkan berbaring di depan televisi, tanpa orang tua sadari bahwa posisi bayi yang menyamping menjadikan si bayi hanya menggunakan mata kanannya, sedangkan mata kirinya tidak beraktifitas dengan sempurna. Dokter memvonis bahwa bayinya telah juling karena aktivitas kedua mata yang tidak seimbang. Kembali seorang ibu menyesal, akibat membiarkan bayinya asyik di depan televisi, bahwa ternyata ditengah kesibukan sang ibu, jauh lebih penting perhatian dan waktu bermain bersama buah hati.
Kisah –kisah sejenis banyak dijumpai dalam kehidupan saat-saat ini, dan semua bersumber dari pemahaman keliru terhadap anak-anak. Orang tua beranggapan bahwa anaknya pinter ketika tidak merepotkan orang tua, ketika anaknya duduk manis di depan televisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar